KARYA ILMIAH-SENI-BISNIS

menerima berbagai masukan tentang inovasi Karya Ilmiah

Laman

Jumat, 19 Februari 2010

TANTANGAN PENDIDIKAN NASIONAL MENGHADAPI DUNIA GLOBAL

TANTANGAN PENDIDIKAN NASIONAL MENGHADAPI DUNIA GLOBAL


Era pasar bebas, atau yang biasa disebut dengan era globalisasi sering didengungkan oleh para pemerhati ekonomi sejak beberapa dekade lalu hingga sekarang ini. Kata “globalisasi” secara populer dapat diartikan menyebarnya segala sesuatu secara sangat cepat ke seluruh dunia.
Globalisasi sebagai sebuah proses mempunyai sejarah yang panjang. Globalisasi meniscayakan terjadinya perdagangan bebas dan dinilai menjadi ajang kreasi dan perluasan bagi pertumbuhan perdagangan dunia, serta pembangunan dengan sistem pengetahuan. Hal ini berarti bahwa terjadinya perubahan sosial yang mengubah pola komunikasi, teknologi, produksi dan konsumsi serta peningkatan paham internasionalisme merupakan sebuah nilai budaya.
Terjadinya era globalisasi memberi dampak ganda; dampak yang menguntungkan dan dampak yang merugikan. Dampak yang menguntungkan adalah memberi kesempatan kerjasama yang seluas-luasnya kepada negara-negara asing. Tetapi di sisi lain, jika kita tidak mampu bersaing dengan mereka, karena sumber daya manusia (SDM) yang lemah, maka konsekuensinya akan merugikan bangsa kita. Oleh karena itu, tantangan kita pada masa yang akan datang ialah meningkatkan daya saing dan keunggulan kompetitif di semua sektor, baik sektor riil maupun moneter, dengan mengandalkan pada kemampuan SDM, teknologi, dan manajemen tanpa mengurangi keunggulan komparatif yang telah dimiliki bangsa kita.
Terjadinya perdagangan bebas harus dimanfaatkan oleh semua pihak dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek pendidikan, di mana pendidikan diharuskan mampu menghadapi perubahan yang cepat dan sangat besar dalam tentangan pasar bebas, dengan melahirkan manusia-manusia yang berdaya saing tinggi dan tangguh. Sebab diyakini, daya saing yang tinggi inilah agaknya yang akan menentukan tingkat kemajuan, efisiensi dan kualitas bangsa untuk dapat memenangi persaingan era pasar bebas yang ketat tersebut. SDM yang tangguh, menurut Muslimin Nasution (1998), adalah SDM yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Tugas pendidikan, selain mempersiapkan sumber daya manusia sebagai subjek perdagangan bebas, juga membina penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang nyatanya sangat berperan dalam membantu dunia usaha dalam upaya meningkatkan perekonomian nasional.

A.Karakteristik Era Globalisasi

Era globalisasi akan ditandai dengan persaingan ekonomi secara hebat berbarengan dengan terjadinya revolusi teknologi informasi, teknologi komunikasi, dan teknologi industri. Persaingan ini masih dikuasai oleh tIga raksasa ekonomi yaitu Jepang dari kawasan Asia, Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Masing-masing menampilkan keunggulan yang dimiliki. Amerika misalnya unggul dalam product technology, yaitu teknologi yang menghasilkan barang-barang baru dengan tingkat teknologi yang tinggi, contoh pembuatan pesawat terbang supersonik, robot, dan lain-lain.
Jerman dan Jepang mengandalkan kelebihan mereka dalam process technology yaitu teknologi yang menghasilkan proses baru dalam pembuatan suatu jenis produk yang sudah ada, misalnya CD (compact disc) pertama kali dibuat oleh Belanda kemudian terus disempurnakan oleh Jepang sehingga menghasilkan CD dengan kualitas yang lebih bagus dan harga lebih murah. Selain ketiganya, belakangan muncul Cina sebagai kekuatan baru ekonomi dunia dengan pertumbuhan ekonominya di atas 9 persen –suatu jumlah tertinggi di dunia.
Kompetisi ekonomi pada era pasar bebas juga ditandai dengan adanya perjalanan lalu lintas barang, jasa, modal serta tenaga kerja yang berlangsung secara bebas, kemudian adanya tuntutan teknologi produksi yang makin lama makin tinggi tingkatannya, sehingga makin tinggi pula tingkat pendidikan yang dituntut dari para pekerjanya.
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kemajuan teknologi komunikasi menyebabkan tidak adanya jarak dan batasan antara satu orang dengan orang lain, kelompok satu dengan kelompok lain, serta antara negara satu dengan negara lain. Komunikasi antar-negara berlangsung sangat cepat dan mudah. Begitu juga perkembangan informasi lintas dunia dapat dengan mudah diakses melalui teknologi informasi seperti melalui internet. Perpindahan uang dan investasi modal oleh pengusaha asing dapat diakukan dalam hitungan detik.

B. Pendidikan Nasional di Era Globalisasi
Memasuki abad ke- 21 gelombang globalisasi dirasakan kuat dan terbuka. Kemajaun teknologi dan perubahan yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di tengah-tengah dunia yang baru, dunia terbuka sehingga orang bebas membandingkan kehidupan dengan Negara lain.
Yang kita rasakan sekarang adalah adanya ketertinggalan di dalam mutu pendidikan. Baik pendidikan formal maupun informal. Dan hasil itu diperoleh setelah kita membandingkannya dengan Negara lain. Pendidikan memang telah menjadi penopang dalam meningkatkan sumber daya manusia Indonesia untuk pembangunan bangsa. Oleh karana itu, kita seharusnya dapat meningkatkan sumbdaya manusia Indonesia yang tidak kalah bersaing dengan sumber daya manusia di Negara-negara lain.
Setelah kita amati, Nampak jelas bahwa masalah yang serius dalam peningkatan mutu pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan di berbagai jenjang pendidikan, baik pendidikan formal maupun informal. Dan hal itulah yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan yang menghambat penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Ada banyak penyebab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu pendidikan adalah masalah efektifitas, efisiensi dan standardisasi pengajaran.
1. Efektivitas Pendidikan di Indonesia
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanak pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunya kelebihan di bidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan di bidang sosial dan dipaksa mangikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

2. Efisiensi Pengajaran di Indonesia
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaiman dapat meraih stendar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.
Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak mengambil sitem free cost education. Jika kita berbiara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya.
Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dalam pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan Negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, Karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.
Selain itu, masalah lain efisiensi pengajar hal lain yang perlu dibahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan membuat tertarik peserta didik.
Sistem pendidikan yang baik juga berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, dan kurikulum KTSB 2006 hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

3 Standarisasi Pendidikan di Indonesia
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan digunakan.
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhkan oleh masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP)
Tinjauan terhadap sandardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung olehstandar kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga adalah memenuhi nilai di atas standar saja.
Hal seperti di atas sangat disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia tentu tidak hanya sebatas hal yang telah bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetahui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

C. Tantangan Pendidikan Nasional di Era Globalisasi
Kondisi kemajuan teknologi informasi dan industri dewasa ini yang berlangsung dengan amat cepat dan ketat di era globalisasi menuntut setiap negara untuk berbenah diri dalam menghadapi persaingan tersebut. Bangsa yang yang mampu membenahi dirinya dengan meningkatkan sumber daya manusianya, kemungkinan besar akan mampu bersaing dalam kompetisi sehat tersebut.
Di sinilah pendidikan diharuskan menampilkan dirinya, apakah ia mampu mendidik dan menghasilkan para siswa yang berdaya saing tinggi (qualified) atau justru mandul dalam menghadapi gempuran berbagai kemajuan dinamika globalisasi tersebut.
Dengan demikian, era globalisasi adalah tantangan besar bagi dunia pendidikan. Dalam konteks ini, Khaerudin Kurniawan (1999), memerinci berbagai tantangan pendidikan menghadapi ufuk globalisasi.
Pertama, tantangan untuk meningkatkan nilai tambah, yaitu bagaimana meningkatkan produktivitas kerja nasional serta pertumbuhan dan pemerataan ekonomi, sebagai upaya untuk memelihara dan meningkatkan pembangunan berkelanjutan (continuing development ).
Kedua, tantangan untuk melakukan riset secara komprehensif terhadap terjadinya era reformasi dan transformasi struktur masyarakat, dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat modern-industrial dan informasi-komunikasi, sertabagaimana implikasinya bagi peningkatan dan pengembangan kualitas kehidupan SDM.
Ketiga, tantangan dalam persaingan global yang semakin ketat, yaitu meningkatkan daya saing bangsa dalam menghasilkan karya-karya kreatif yang berkualitas sebagai hasil pemikiran, penemuan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Keempat, tantangan terhadap munculnya invasi dan kolonialisme baru di bidang Iptek, yang menggantikan invasi dan kolonialisme di bidang politik dan ekonomi.
Jadi, permasalahan lemahnya SDM Indonesia pada dasarnya berawal dari rendahnya tingkat pendidikan, lemahnya keahlian dan manajemen serta kurangnya penguasaan teknologi. Lemahnya SDM menyebabkan Indonesia kurang mampu bersaing dengan negara-negara lain, padahal secara fisiografis Indonesia termasuk negara yang memiliki kekayaan alam melimpah tetapi sayangnya tidak dikelola dengan baik karena kualitas SDM-nya yang kurang mendukung.

D. Kesimpulan
1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas tentang kondisi pendidikan dan tantangan di era globalisasi dapat disimpulkan sebagai berikut.
a, Semua kondisi pendidikan dan tantangannya menuntut adanya SDM yang berkualitas dan berdaya saing di berbagai bidang secara komprehensif dan komparatif yang berwawasan keunggulan, keahlian profesional, berpandangan jauh ke depan (visioner), rasa percaya diri dan harga diri yang tinggi serta memiliki keterampilan yang memadai sesuai kebutuhan dan daya tawar pasar.
b. Kemampuan bersaing pendidikan kita menghadapi era globalisasi ini sangat lemah dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini disebabkan karena masih lemahnya sumber daya manusia (SDM) yang ada. Kualitas masih tertinggal jauh ketimbang negara-negara lain, baik negara-negara maju, maupun negara-negara anggota ASEAN sekalipun.
c. Kemampuan-kemampuan itu harus dapat diwujudkan dalam proses pendidikan yang berkualitas, sehingga dapat menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, unggul dan profesional, yang akhirnya dapat menjadi teladan yang dicita-citakan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
2. Saran
Di sini harus diakui, sebagian besar lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia dewasa ini, belum siap menghadapi era pasar bebas. Masih banyak yang harus dibenahi; apakah sistemnya ataukah orang yang terlibat di dalam sistem tersebut.
Institusi pendidikan dituntut mampu menjamin kualitas lulusannya sesuai dengan standar kompetensi global paling tidak mampu mempersiapkan anak didiknya terjun bersaing dengan para tenaga kerja asing-- sehingga bisa mengantisipasi membludaknya pengangguran terdidik.



Rujukan

Abin Syamsuddin, (2003), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya

Surya Mohamad, 2006, Potensi Teknologi Informasi Dan Komunikasi Dalam Peningkatan Mutu Pembelajaran Di Kelas. www.edukasi.net.



Identitas Mahasiswa
Nama : PARJUNI
NIM : 942009114

Tidak ada komentar: