KARYA ILMIAH-SENI-BISNIS

menerima berbagai masukan tentang inovasi Karya Ilmiah

Laman

Rabu, 10 Maret 2010

BERFIKIR DAN BERJIWA BESAR ALA ISLAM

Islam Mengajarkan Berpikir dan Bejiwa Besar PDF Cetak E-mail


Bukti-bukti bahwa Islam mengajarkan agar umatnya berpikir dan berjiwa besar sesungguhnya bisa dilihat dari berbagai aspek, baik dari doktrin yang bersumber dari ajaran Islam, yakni al QAur’an, sejarah kehidupoan rasul maupun sejarah hidup para pemimpin dan umatnya, termasuk juga dari bacaan-bacaan spiritualnya.


Seseorang disebut sebagai telah berjiwa dan berpikir besar manakala yang bersangkutan pada aktivitasnya tidak saja diorientasikan untuk kepentingan diri sendiri melainkan juga untuk pihak-pihak lain, dan tidak saja untuk mereka yang disini malainkan untuk yang di sana, serta bukan saja untuk mereka yang hidup sekarang, melainkan juga yang hidup pada masa yang akan datang.

Melalui al Qur’an, Islam berbicara tentang keselamatan, keadilan, kedamaian, kemenangan, kebahagiaan baik di dunia maupun di akherat. Seseorang dipandang sudah masuk menjadi muslim, tatkala yang bersangkutan telah bersedia melakukan kesaksian terhadap dua hal, yaitu kesaksian atau bersyahadah terhadap Ke-Maha Esa-an Allah dan kesaksian bahwa Muhammad adalah Rasul Nya. Sebagai konsekuensi dari kesaksiannya itu, maka yang bersangkutan telah mengakui atas kebenaran apa yang diucapkan itu, tanpa ragu sedikit pun.

Kekuatan syahadah itu mestinya mampu menjadikan seseorang memulai berpikir dan berjiwa besar. Dengan bersyahadah seseorang mengenal Dzat Yang Maha Agung, Maha Pengasih dan Penyayang, Maha Adil, Maha Mulia dan seterusnya. Kesaksiannya itu semestinya melahirkan pandangan besar dan luas tentang dunia ini. Dengan bersyahadah, seseorang telah mengenal siapa sesungguhnya pencipta dirinya, serta berbagai macam sifat mulia yang disandang oleh Sang Maha Pencipta itu. Selain Dzat Yang Maha Pencipta, maka seluruh jagad raya dan seisinya adalah makhluk, termasuk dirinya. Semua makhluk adalah berkedudukan sama, kecuali manusia yang telah dimuliakan oleh-Nya. Kemuliaan itu tetap diberikan karena keimanan, akhlak dan amal sholehnya.

Pandangan seperti ini, membawa pikiran dan jiwa pemeluk Islam menjadi besar. Kebesaran pikiran dan jiwa itu semestinya tidak boleh berkurang, apalagi hilang oleh hal-hal yang sederhana sifatnya. Pandangan Islam seperti itu, dalam sejarah telah melahirkan manusia-manusia besar yang mampu menggerakkan dunia. Manusia-manusia yang telah meraih pikiran dan jiwa besar yang tumbuh karena ajaran Islam, ada dan hidup di mana-mana dan berkarya atau beramal sholeh di berbagai bidang kehidupan.

Dengan Islam, manusia diharapkan menjadi abdun sekaligus khalifah di muka bumi. Manusia boleh menjadi abdi, tetapi hanya terhadap Allah swt. Kaum muslimin tidak boleh mengabdi kepada selain kepada Allah. Ketaatan dan loyalitas dalam sebuah komunitas, bukan ditujukan kepada orang yang kebetulan menjadi pemimpinnya, melainkan terhadap komitmen sebagai bagian bentuk dari pengabdiannya terhadap Tuhan. Sebagai khalifah, manusia dalam konsep Islam, adalah pihak yang mendapatkan amanah untuk mengatur dan memakmurkan bumi. Mengikuti konsep ini, posisi manusia adalah sangat mulia, melebihi posisi makhluk lain manapun.

Namun aneh, di hadapan umat lainnya, selama ini kaum muslimin masih belum menemukan kemuliaannya itu. Dalam berbagai bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, social dan juga ilmu pengetahuan, masih kalah dan bahkan tertinggal dari umat lainnya. Kekalahan itu bukan karena mereka memeluk Islam, melainkan disebabkan karena dalam memahami dan memposisikan Islam, tampak kurang sempurna. Dalam sejarahnya Islam pernah mengalami kejayaan, sejak kepemimpinan Rasulullah saat itu. Rasulullah pernah membangun masyarakat yang benar-benar damai. Masyarakat itu dibangun di atas sendi tauhid, kejujuran, keadilan kesetaraan, memuliakan orang-orang berilmu dan beriman, beramal sholeh dan berakhkul karimah. Sebaliknya, bukan menindas dan menganiaya, melainkan sebaliknya justru menolong, dan memberdayakan terhadap siapapun baik terkait kehidupan social, ekonomi maupun ilmu pengetahuan.

Tidak pernah habis berbicara tentang keindahan Islam sebagai konsep kehidupan manusia baik secara individu maupun bermasyarakat. Terkait dengan perbincangan Islam dan kaitannya membangun pikiran dan jiwa besar, dalam artikel pendek ini, saya hanya ingin mengajak pembaca membayangkan bagaimana dalam kegiatan ritual sekalipun, Islam mengajak umatnya berpikir dan berjiwa besar itu.

Kegiatan ritual yang bersifat rutin dan harus dilakukan oleh kaum muslimin, berisi kalimat atau kata tentang kebesaran, kesucian, puji-pujian, kasih sayang, jalan lurus, hari akhir, dan sejarah kemanusiaan. Berapa kali sehari semalam, kaum muslimin diwajibkan untuk mengucapkan kalimah Allahu akbar, subhanallah, alhamdulillah dan kalimat-kalimat lain yang mulia. Kalimat-kalimat yang harus diucapkan dari waktu ke waktu, dari hari-ke hari selamanya tanpa putus, sepanjang waktu, memberikan kesadaran dan training tentang sifat-sifat itu yang seharusnya kemudian dimiliki dan bahkan merasuk dalam relung-relung pribadi kaum muslimin.

Di pagi buta, kaum muslimin sejak saat bangun tidur, dibiasakan mendengar kalimah suci itu, melalui adzan dan iqomah, bacaan-bacaan mulia di dalam sholat, semuanya itu, jika dilihat dari perspektif pendidikan atau tarbiyah, merupakan cara Islam menjadikan umatnya menyandang pribadi yang mulia, yakni di antaranya berpikir dan berjiwa besar itu. Hanya kemudian, pertanyaannya adalah benarkah seluruh kaum muslimin, telah memahami dan menyadari bahwa kegiatan ritual dengan mengucap kalimah-kalimah mulia itu, sesungguhnya adalah sebagai bagian dari proses menjadikan dirinya meraih kemuliaan itu. Atau, kegiatan ritual itu hanya dipandang dan dirasakan sebagai beban, karena semua yang dilakukan bukan untuk kesempurnaan dirinya, yakni sebagai abdun dan sekaligus sebagai khalifah, melainkan untuk selainnya itu.

Tidak ada komentar: